CILACAP - Dalam Rangka Asistensi Penempatan Narapidana Terorisme pada Level Maximum Security di Lapas Wilayah Nusakambangan, diadakannya diskusi atau rapat antara BNPT dan pihak pemasyarakatan yang menangani masalah narapidana terorisme yang ada di nusakambangan, Rabu (13/07/2022).
Menindak lanjuti hal tersebut pihak BNPT dan juga beberapa UPT yang ada di Nusakambangan melakukan Focus Group Disscussion (FGD) Penyiapan Aparat Penegak Hukum Wilayah dalam Rangka Asistensi Penempatan Narapidana Terorisme pada Level Maximum Seurity di Wilayah Nusakambangan.
Baca juga:
KPU Gelar Bimtek Lapas Permisan Mengikuti
|
Dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber dari BNPT, antara lain Kombes Pol Hando Wibowo selaku Kasubdit Hubungan Antar Lembaga Aparat Penegak Hukum BNPT, Dr. Solahudin selaku Ahli Jaringan Terorisme, Gunawan Wibisono selaku Kasubdit Eksekusi dan Eksaminasi Dit TPTLN Kejagung, dan Muhammad Dwi Sarwono selaku Koordinator Intelijen dari Ditjenpas, serta perwakilan UPT dari nusakambangan, yaitu perwakilan dari Lapas Pasir Putih, Lapas Karanganyar, Lapas Batu, dan Bapas Nusakambangan, yang mana kegiatan tersebut digelar di Fave Hotel, Cilacap.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, A. Yuspahrudin sangat mendukung dengan adanya kegiatan diskusi dengan pihak BNPT tersebut, sebagai langkah yang tepat untuk bisa memaksimalkan dalam penempatan narapidana terorisme pada Level Maximum Seurity di Wilayah Nusakambangan.
Sejalan dengan Kakanwil Kemenkumham Jawa Tengah, Kepala Lembaga Pemasyarakatan High Risk Pasir Putih Nusakambangan, Fajar Nur Cahyono juga sangat setuju dengan adanya kegiatan diskusi tersebut.
"Dalam pengisian dan penempatan narapidana terorisme pada level maximum security ini harus kita persiapkan secara matang-matang dengan pihak BNPT dan juga pihak lain yang terkait dalam hal ini", Ujar fajar.
Kegiatan FGD berlangsung sangat dialogis dan interaktif, di mana kegiatan ini dimulai dan dibuka oleh Kombes Pol Hando Wibowo selaku Kasubdit Hubungan Antar Lembaga Aparat Penegak Hukum BNPT.
Selain itu, narasumber dari akademisi jaringan terorisme, Solahudin juga memberikan statmennya yang menekankan bahwa suksesnya sistem revitalisasi napiter bergantung pada dua hal penting, yaitu kompetensi dan profesionalitas personil serta infrastruktur lapas yang memadai, Oleh karena itu diperlukan peningkatan SDM yang nantinya dapat ditugaskan di Lapas Super Maximum Security maupun Lapas Maximum Security dan juga peningkatan infrastruktur lapas yang memadai untuk kelancaran kegiatan di dalam lapas.
Tujuan diadakan pertemuan ini adalah untuk menyukseskan program revitalisasi narapidana terorisme, khususnya di wilayah Nusakambangan, serta dalam rangka mewujudkan sinergitas antara Aparat penegak Hukum Wilayah untuk menanggulangi overcrowded di rutan dengan konsep pembinaan di Pemasyarakatan sehingga proses distribusi / penempatan narapidana dan pola pembinaan bisa terencana dan diatur dengan baik sesuai dengan tingkat resiko narapidana.
Namun dalam menjalankan tugas, lapas Super Maximum Security menemui kendala yang dihadapi diantaranya yaitu masalah overcrowded napiter, dimana selama ini para napiter tidak bisa dipindah ke lapas Maksimum karena terkendala syarat ikrar NKRI, Oleh sebab itu diperlukan revisi aturan terkait penempatan narapidana di lapas maximum security.
Ikrar NKRI tidak menjadi syarat utama lagi, tetapi menggunakan metode disengagement dan deradikalisasi. Disengagement sendiri adalah proses seorang napiter/ekstrimis yang secara gagasan masih radikal tetapi dia sudah meninggalkan jalan kekerasan. Berbeda dengan deradikalisasi dimana seorang napiter sudah meninggalkan pemahaman ekstremnya dan jalan kekerasan.
Dalam hal ini BNPT juga menekankan pengoptimalan koordinasi antar aparat penegak hukum terkait penempatan narapidana terorisme. Hal tersebut karena tindak pidana terorisme merupakan ancaman nyata sehingga dibutuhkan sinergitas yang intensif antar aparat penegak hukum dalam menanggulangi masalah terorisme ini.
(N.Son/***)